MEDIA CENTER REJANG LEBONG-Sanggar Semulen Perjako di Curup, Kabupaten Rejang Lebong, terus konsisten menjaga kelestarian seni dan budaya lokal, khususnya tari dan musik tradisional Rejang. Lewat latihan rutin dan berbagai pentas, sanggar ini menjadi ruang ekspresi sekaligus wadah regenerasi bagi anak-anak muda untuk mencintai budaya daerahnya.
Indah (23), salah satu penari sekaligus pelatih di Sanggar Semulen Perjako, menuturkan bahwa kecintaannya terhadap seni tari telah tumbuh sejak duduk di bangku sekolah dasar.
“Saya belajar tari sejak tahun 2009, saat masih SD. Sudah lima tahun saya bergabung di sanggar ini. Beragam tari tradisi dan tari kreasi yang mengangkat idiom budaya Rejang sudah saya kuasai. Sekarang saya juga dipercaya untuk melatih kawan-kawan,” kata Indah seusai tampil dalam sebuah pertunjukan di Hotel Golden Rich Curup, Selasa (3/6/2025).
Dalam penampilan tersebut, Indah membawakan Tari Persembahan sebagai pembawa cerano sirih. Ia didampingi empat penari lainnya—Andin, Intan, Caca, dan Mita. Penampilan juga diperkuat oleh dua pesilat, Rohim dan Arif, serta Sandi yang membawa payung kebesaran. Tombak disandang oleh Agus dan Defri.
Tarian yang sarat makna penghormatan itu diiringi musik tradisional khas Rejang. Rehan memainkan kelintan, Dimas membunyikan gong, sementara Reifan mengiringi dengan debab atau gendang.
Indah mengaku menekuni tari tradisi bukan semata karena bakat, tetapi juga dorongan kecintaan terhadap akar budaya sendiri.
“Saya bangga bisa belajar dan mengajarkan tari tradisi dan kreasi yang bersumber dari budaya lokal. Ini cara saya ikut melestarikannya,” ujarnya.
Tak hanya aktif di sanggar, Indah juga pernah tergabung dalam Komunitas Insan Seni Bengkulu, dan kerap memperkuat berbagai panggung seni di tingkat provinsi. Ia juga menguasai sejumlah tari khas Bengkulu, termasuk Tari Tabot yang dikenal legendaris.
Saat ini, Indah memimpin latihan rutin setiap pekan di Sanggar Semulen Perjako yang berlokasi di Kelurahan Tempelrejo, Curup. Sanggar tersebut memiliki sekitar 50 penari aktif, sebagian besar merupakan anak dan remaja.
“Mayoritas anggota masih muda. Kami ingin menanamkan kecintaan terhadap budaya sejak dini,” tuturnya.
Melalui semangat yang tak pernah padam, Sanggar Semulen Perjako membuktikan bahwa tradisi bisa tetap hidup dan relevan di tengah perubahan zaman.(rahman