MEDIA CENTER REJANG LEBONG-Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi kembali menerapkan dua skema penting dalam penyelenggaraan haji 1446 H/2025 M, yakni skema Murur di Muzdalifah dan skema Tanazul di Mina. Kedua skema ini diberlakukan sebagai langkah mitigasi untuk mengurangi kepadatan serta memberikan perlindungan maksimal bagi jemaah lansia dan kelompok rentan.

Menurut Musytasyar Dini PPIH Arab Saudi, KH M. Ulinnuha, penerapan skema Murur dan Tanazul didasarkan pada hukum syariah yang kuat dan telah sah secara fikih haji. “Skema ini bukan inovasi baru, tetapi merupakan solusi syar’i yang sudah difatwakan oleh para ulama besar, terutama dari Mazhab Hanafi dan ulama Mesir,” jelasnya.

Apa Itu Skema Murur?
Murur adalah metode pergerakan jemaah dari Arafah menuju Mina tanpa bermalam di Muzdalifah, melainkan hanya melintasinya (murur). Jemaah tetap berada di dalam bus dan langsung menuju Mina untuk melaksanakan lempar jumrah dan mabit.

Tahun ini, diperkirakan sekitar 50.000 jemaah, termasuk jemaah asal Rejang Lebong akan mengikuti skema Murur. Mereka diberangkatkan dengan bus berkapasitas 60 orang mulai pukul 19.00 Waktu Arab Saudi (WAS), dan ditargetkan seluruh keberangkatan selesai pukul 22.00 WAS.

Apa Itu Skema Tanazul?
Tanazul adalah skema yang memungkinkan jemaah tertentu, terutama lansia atau jemaah dengan kondisi kesehatan terbatas, kembali lebih awal ke hotel tanpa mabit (bermalam) di Mina. Skema ini mengacu pada pendapat Mazhab Hanafi yang menyatakan mabit di Mina hanya sunnah. Dengan demikian, jemaah yang mengikuti skema ini tidak dikenakan dam dan hajinya tetap sah.

Dasar Hukum Syariah
KH Ulinnuha menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah memang wajib, namun ada pengecualian bagi jemaah dengan uzur syar’i seperti lansia atau sakit.

Mazhab Hanafi: Mabit di Muzdalifah dan Mina hanya sunnah, sehingga Murur dan Tanazul diperbolehkan.

Ulama Mesir: Mendukung Murur sebagai solusi atas keterbatasan ruang dan kondisi jutaan jemaah.

Komitmen Perlindungan Jemaah
Kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen Kementerian Agama untuk memastikan pelaksanaan ibadah haji yang aman, nyaman, dan sesuai syariah, terutama bagi jemaah yang masuk kategori risiko tinggi. Dengan skema ini, pemerintah berharap potensi kepadatan dan insiden dapat diminimalkan.

“Kedua skema ini menjadi bentuk pelayanan berbasis fikih sekaligus strategi manajemen crowd control yang sangat penting di musim haji modern,” tambah KH Ulinnuha.(rls biro humas kemenag)