Pengelolaan Keuangan Daerah

Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahun-tahun sebelumnya (2011-2015), serta kerangka pendanaan. Gambaran pengelolaan keuangan daerah memberikan gambaran mengenai kemampuan anggaran daerah untuk membiayai belanja daerah. Kemampuan belanja daerah, baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung akan menjadi acuan dalam pengalokasian anggaran pada masing-masing program yang akan dilaksanakan pada 5 tahun mendatang.

Di dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab VI Pasal 18 ayat 2 menyatakan bahwa daerah mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. Kemudian hal ini di follow up dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang ditujukan untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang lebih luas kepada daerah dalam wujud desentralisasi untuk mengurus daerahnya. Melalui kebijakan otonomi daerah dapat berdampak positif terhadap : (1) Perkembangan pembangunan ekonomi daerah yang efektif, efisien dan tangguh dengan memberdayakan stakeholder dan potensi ekonomi daerah; (2) Kemajuan pembangunan pedesaan melalui pemberdayaan masyarakat; dan (3) Meningkatkan kualitas hidup melalui sumber daya manusia di daerah yang handal yang mampu mengelola potensi dan kepentingan daerah. Hal ini dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata.

Untuk merealisasikannya diperlukan dukungan resources financing (sumber daya pendanaan) dalam membangun daerah sejalan dengan implementasi desentralisasi. Oleh sebab itu harus disertai juga dengan pengelolaan keuangan daerah yang baik oleh pemerintah daerah (good governance). Di dalam pengelolaan keuangan daerah harus berorientasi pada prinsip-prinsip :

  1. Transparance (Transparansi), yaitu adanya keterbukaan dari pemerintah daerah dalam proses pembuatan kebijakan mengenai keuangan daerah, dan memberikan kebebasan memperoleh informasi kepada masyarakat berkaitan dengan penggunaan keuangan dalam pembangunan daerah.
  2. Efficient (Efisien), yaitu setiap pengeluaran anggaran daerah berdasarkan proporsi kebutuhan program dan kegiatan daerah guna menghasilkan output atau income tanpa mengurangi pelayanan yang optimal kepada publik.
  3. Effective (Efektif), yaitu dalam implementasi kebijakan keuangan harus tepat guna dan tepat sasaran sesuai kebutuhan masyarakat, serta realisasi anggaran sesuai dengan rencana pembangunan dan habis terpakai.
  4. Accountability (Akuntabilitas), yaitu kepercayaan dalam pengelolaan keuangan daerah wajib dipertanggungjawabkan kepada semua elemen masyarakat. Secara institusional pertanggungjawaban dilakukan kepada Legislatif (DPRD) sebagai representatif dari masyarakat yang dapat menilai kinerja Eksekutif (PEMDA) dengan menggunakan kriteria dan tolok ukur yang bersifat komprehensif yang mencakup aspek kebijakan dan penggunaan anggaran.
  5. Participative (Partisipatif), yaitu adanya peran serta langsung atau tidak langsung dari publik dalam memberikan kajian, koreksi/kritikan, dan masukan yang konstruktif terhadap system pengelolaan keuangan daerah yang profesional dan akuntabel. Di samping itu, kebijakan pembangunan dalam anggaran daerah mengakomodasi aspirasi masyarakat serta memberi peran yang besar kepada masyarakat dalam wujud pemberdayaan masyarakat dalam membangun daerah melalui proyek-proyek pembangunan.

Dalam kebijakan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah di masa otonomi daerah membawa konsekuensi berbagai fluktuasi dalam keuangan daerah yang didalamnya struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). adapun struktur APBD berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang meliputi : (a) Pendapatan daerah; (b) Belanja Daerah; dan (c) Pembiayaan.

Dalam setiap penyusunan APBD, ketiga unsur itu harus ada. Keadaan suatu APBD tergantung pada kapasitas pendapatan yang daerah miliki.

A. Kinerja Keuangan Masa Lalu

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memiliki unsur pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Kinerja keuangan daerah dapat diketahui dari kinerja pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah tersebut. Pendapatan daerah meliputi pendapatan asil daerah, dana perimbangan dan pendapatan lain-lain yang sah. Sedangkan belanja daerah meliputi belanja tidak langsung dan belanja langsung, sedangkan pembiayaan meliputi penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Kondisi keuangan Kabupaten Rejang Lebong selama kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir mengalami fluktuasi seiring dengan perkembangan perekonomiannya. Indikatornya pada fluktuasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selama ini yang komposisinya meliputi pendapatan, belanja dan pembiayaan.

B. Kinerja Pelaksanaan APBD

Analisis pendapatan daerah berikut ini memberikan gambaran kondisi pendapatan daerah yang tercermin dalam APBD. Pendapatan daerah mencakup Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah. PAD mencakup: 1) Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah; 2) Dana Perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus; serta 3) Kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah meliputi Hibah, Pendapatan Bagi Hasil Pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya, Dana Penyesuaian, dan Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya.

Kinerja pendapatan daerah dapat diukur dengan indikator derajat kemandirian keuangan daerah (desentralisasi fiskal). Indikator ini dihitung dari rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total Pendapatan Daerah. Dengan mengetahui kemandirian keuangan daerah ini akan diketahui seberapa besar local taxing power suatu daerah, serta seberapa besar kemampuan PAD dalam mendanai belanja daerah yang dianggarkan untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

Program dan Kegiatan

Kebijakan umum bertujuan menggambarkan keterkaitan antar bidang urusan pemerintahan daerah dengan rumusan indikator kinerja sasaran, dan berfungsi sebagai acuan dalam menyusun program pembangunan daerah jangka menengah. Program yang disusun untuk mewujudkan sasaran strategis, dengan memakai sumberdaya, sesuai pula dengan ketentuan serta berdasar strategi maupun arah kebijakan yang telah ditetapkan.

Untuk melaksanakan 23 (dua puluh tiga) strategi dan 42 (empat puluh dua) arah kebijakan, disusunlah sebanyak 80 (delapan puluh) program pembangunan daerah dengan rincian yang terbagi menjadi 3 (tiga) bidang yaitu bidang ekonomi 32 (tiga puluh dua) program, bidang social sebanyak 27 (dua puluh tujuh) program dan bidang infrastruktur sebanyak 15 (lima belas) program. Ke 74 (tujuh puluh empat) program pembangunan daerah tersebut mendukung 6 (enam) misi Bupati dan Wakil Bupati Rejang Lebong dengan rincian sebagai berikut : a) Misi I sebanyak 3 arah kebijakan dan 11 program; b) Misi II sebanyak 4 arah kebijakan dan 11 program; c) Misi III sebanyak 14 arah kebijakan dan 30 program; d) Misi IV sebanyak 2 arah kebijakan dan 2 program; e) Misi V sebanyak 6 arah kebijakan dan 9 program; f) Misi VI sebanyak 10 arah kebijakan dan 17 program. Arah kebijakan dan program pembangunan daerah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Misi I : Membangun Karakter Masyarakat Rejang Lebong yang Berdaya Saing dan Inovatif

B. Misi II : Memantapkan Pemahaman, Pengamalan, dan Pelestarian Nilai-Nilai Keagamaan dalam Kehidupan Bermasyarakat

C. Misi III : Meningkatkan Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan

D. Misi IV : Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Pelayanan Kesehatan dan Rujukan Masyarakat

E. Misi V : Melestarikan Nilai-Nilai Budaya dan Kearifan Lokal Sebagai Identitas Daerah

F. Misi VI : Mengembangkan Reformasi Birokrasi Melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Transparan yang Berorientasi

pada Inovasi dan Pelayanan Prima

G. Misi VII : Mewujudkan Pembangunan Kawasan Berbasis Potensi Lokal (Pertanian dan Pariwisata) dan Ekonomi Kreatif untuk

mempercepat pertumbuhan dan pemerataan Ekonomi masyarakat yang berkelanjutan

H. Misi VIII : Memperluas Ketersediaan Lapangan Kerja Guna Mengentaskan Kemiskinan Melalui Program-Program Solutif

I. Misi IX : Mewujudkan Pemerataan Pembangunan Infrastruktur yang Integratif dan Kolaboratif